BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara singkat pendidikan merupakan
produk dari masyarakat. Pendidikan tidak lain merupakan proses tranmisi
pengetahuan , sikap, kepercayaan, ketrampilan dan aspek perilaku-perilaku
lainnya kepada generasi kegenerasi. Dengan pengertian tersebut, sebenarnya
upaya diatas sudah dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan masyarakat.
Hampir segala sesuatu yang kita pelajari adalah hasil dari hubungan kita dengan
orang lain, baik dirumah, sekolah, tempat bermain, pekerjaan dan lainnya.
Dengan kata lain dimanapun kita berada kita pasti akan belajar dan mendapatkan
ilmu pengetahuan.
Bagi suatu masyarakat, hakikat
pendidikan diharapkan mampu berfungsi menunjang kelangsungan kemajuan hidupnya,
agar masyarakat itu dapat melanjutkan eksistensinya, maka diteruskan
nilai-nilai, pengetahuan, ketrampilan dan bentuk tata perilaku lainnya bagi
generasi muda. Tiap masyarakat selalu berupaya meneruskan kebudayaannya dengan
proses adaptasi tertentu sesuai coraknya masing-masing periode zamannya kepada
generasi muda melalui pendidikan atau secara khusu melalui interaksi sosial.
Dengan demikian fungsi pendidikan tidak lain adalah sebagai proses sosialisai
{Nasution : 1999}.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan Pendidikan di Indonesia
Secara singkat pendidikan merupakan
produk dari masyarakat. Pendidikan tidak lain merupakan proses tranmisi
pengetahuan , sikap, kepercayaan, ketrampilan dan aspek perilaku-perilaku
lainnya kepada generasi kegenerasi. Dengan pengertian tersebut, sebenarnya
upaya diatas sudah dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan masyarakat.
Hampir segala sesuatu yang kita pelajari adalah hasil dari hubungan kita dengan
orang lain, baik dirumah, sekolah, tempat bermain, pekerjaan dan lainnya.
Dengan kata lain dimanapun kita berada kita pasti akan belajar dan mendapatkan
ilmu pengetahuan.
Bagi suatu masyarakat, hakikat
pendidikan diharapkan mampu berfungsi menunjang kelangsungan kemajuan hidupnya,
agar masyarakat itu dapat melanjutkan eksistensinya, maka diteruskan
nilai-nilai, pengetahuan, ketrampilan dan bentuk tata perilaku lainnya bagi
generasi muda. Tiap masyarakat selalu berupaya meneruskan kebudayaannya dengan
proses adaptasi tertentu sesuai coraknya masing-masing periode zamannya kepada
generasi muda melalui pendidikan atau secara khusu melalui interaksi social.
Dengan demikian fungsi pendidikan tidak lain adalah sebagai proses sosialisai
{Nasution : 1999}.
Dalam pengertian sosialisasi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa aktifitas pendidikan sebenarnya sudah dimulai
sejak ia dilahirkan kedunia yaitu keluarga. Didalam keluargalah anak pertama
menerima pendidikan dan pendidikan yang diperoleh dalam keluarga ini merupakan
pendidikan utama atau terpenting terhadap perkembangan pribadi anak. Pada
didalam kehidupan keluarga memberi corak pola kepribadian anak yang hidup di
dalam keluarga. Alam keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama sejak
timbulnya adapt kemanusiaan hingga sekarang, hidup keluarga itu selalu
mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti dari tiap-tiap manusia { Dewantara dalam
Suwarno, 1972 : 72}.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri
pula ternyata masyarakat dunia secara global telah ikut mempengaruhi iklim
pendidikan. Pengaruh modernisasi di berbagai sektor kehidupan telah melahirkan
karakter pendidikan yang hampir sama di seluruh dunia, memiliki mempunyai ciri
khas tertentu di tiap- tiap Negara. Dalam masyarakat yang sudah maju, proses
pendidikan sebagian dilaksanakan dalam lembaga pendidikan yang disebut sekolah
dan pendidikan dalam lembaga tersebut merupakan suatu kegiatan yang lebih
teratur dan terdeferensiasi. Inilah pendidikan formal yang biasa dikenal oleh
masyarakat sebagai’’Schooling ‘’{ Tilaar : 2003 }.
Perkembangan teknologi dan informasi
menyebabkan peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mulai tergeser.
Sekolah tidak lagi menjadi satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas
belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru tidak akan
menjadi satu-satunya sumber belajar karena banyak sumber belajar dan informasi
yang mampu memfasilitasi orang untuk belajar. Oleh karena itu aktualisasi
partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan sangat diperlukan.
Pendidikan adalah Suatu usaha untuk
mewujudkan suatu suasana pembelajaran dan pengembangan diri baik secara fisik
maupun non fisik yang dapat diterapkan dikehidupan
berkeluarga,bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
Materi Pendidikan harus disajikan
memenuhi nilai-nilai hidup. nilai hidup meliputi nilai hidup baik dan nilai
hidup jahat. penyajiannya tidak boleh pendidikan sifatnya memaksa terhadap anak
didik, tetapi berikan kedua nilai hidup ini secara objektif ilmiah. dalam
pendidikan yang ada di Indonesia tidak disajikan nilai hidup, sehingga bangsa
Indonesia menjadi kacau balau seperti sekarang ini.
Jalur pendidikan adalah wahana yang
dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses
pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Ø Macam-Macam Pendidikan
Pendidikan terbagi atas:
1. Pendidikan nonformal meliputi
pendidikan dasar, dan pendidikan lanjutan.Pendidikan dasar mencakup pendidikan
keaksaraan dasar, keaksaraan fungsional, dan keaksaraan lanjutan paling banyak
ditemukan dalam pendidikan usia dini (PAUD), Taman Pendidikan Al Quran (TPA),
maupun Pendidikan Lanjut Usia. Pemberantasan Buta Aksara (PBA) serta program
paket A (setara SD), paket B (setara B) adalah merupakan pendidikan
dasar.Pendidikan lanjutan meliputi program paket C(setara SLA), kursus,
pendidikan vokasi, latihan keterampilan lain baik dilaksanakan secara
terogranisasi maupun tidak terorganisasi.Pendidikan Non Formal mengenal pula
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai pangkalan program yang dapat
berada di dalam satu kawasan setingkat atau lebih kecil dari kelurahan/desa.
PKBM dalam istilah yang berlaku umum merupakan padanan dari Community Learning
Center (CLC)yang menjadi bagian komponen dari Community Center.
2. Pendidikan informal adalah jalur
pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Ø Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pendidikan
Ada dua faktor yang mempengaruhi
kualitas pendidikan khususnya di Indonesia yaitu:
Faktor internal, meliputi jajaran
dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Daerah,
dan juga sekolah yang berada di garis depan.Dalam hal ini,interfensi dari
pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu
terjaga dengan baik.
Faktor eksternal, adalah masyarakat
pada umumnya.Dimana,masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan
dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.
Berbicara tentang pendidikan di
Indonesia seolah tidak mengenal kata selesai. Disebabkan oleh Pertama,
pesimisnya masyarakat atas kebijakan pemerintah. Kedua, terlalu bersemangatnya
pemerintah untuk mengikuti cepatnya perkembangan pendidikan di belahan lain
dunia ini. Bisa jadi pemerintah iri dengan gemerlapnya sistem pendidikan di
negeri-negeri lain.
Semestinya kita bisa belajar banyak
dari sejarah. Dulu, negeri ini dikenal produsen guru terbaik. Hingga pihak
negeri tetangga kita, macam Malaysia, merasa perlu mengimpor tenaga pendidik
dari bumi Khatulistiwa ini.
Akan tetapi, semua seolah tak lebih
dari kenangan manis. Hasil survei terbaru, tahun 2005, menyebutkan Indonesia
menduduki ranking 112. Jauh berada di bawah Malaysia dan Bangladesh. Hal itu
menunjukkan kenyataan yang membuat kita mengelus dada. Kondisi Human
Development Index (HDI) erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia yang
ada.
Polemik pendidikan di Indonesia
selama ini berkutat pada persoalan dana, pengadaan infrastruktur, dan kurikulum
bongkar pasang. Seharusnya perdebatan itu tak perlu dilakukan. Sebabnya
sederhana saja, bahwa pengadaan ketiga hal itu mutlak menjadi tanggung jawab pemerintah.
Tentu jika memang membutuhkan masukan dari pihak lain, misalnya pengusaha,
pakar pendidikan, atau perwakilan masyarakat, hal itu sangat dimungkinkan.
Hal lain yang harus menjadi
perhatian pemerintah adalah kondisi generasi muda sekarang. Survei dari lembaga
survei di Jakarta yakni AC Nielsen Media menunjukkan bahwa 21 persen dan 34
persen masing masing untuk Fashion Forward dan Constant Hedonist. Keduanya
mewakili golongan yang cuek dan asal ikut alur yang ada. Ironisnya, alur
pendidikan yang diikuti justru kehilangan arah.
Mekanisme trial and error, bongkar
pasang kurikulum, dan proses pendidikan yang gagal, adalah serangkaian lontaran
yang muncul dari anggota masyarakat saat saya mengikuti Talkshow Generasi Muda
dan Pendidikan yang digelar Suara Surabaya FM, Selasa (2/5) mulai pukul 21.00
WIB. Saya menangkap ada pesimisme, atau justru malah kebingungan.
Dalam hal ini, ada dua hal yang
menjadi kunci solusi yakni konsistensi, dan komitmen. Konsistensi dalam hal
penerapan kurikulum dan kebijakan terkait lainnya. Harus ada pembicaraan antara
pembuat kebijakan dengan penyelenggara industri atau pihak pemakai produk
pendidikan yakni para lulusan, dalam penyusunan kurikulum. Dengan demikian dua
dunia tersebut akan terhubungkan oleh jembatan bernama kurikulum pendidikan.
Dua dunia tersebut tidak lagi menjadi menara gading di tempatnya.
Komitmen dibutuhkan oleh semua
pihak. Bahwa semua aspek turut bertanggung jawab pelaksanaan pendidikan di
negeri ini. Pun dalam hal ini generasi muda. Meminjam istilah sahabat saya,
generasi muda tidak boleh terus-menerus memposisikan diri sebagai korban.
Saatnya semua pihak bergerak di tempat dan bidangnya masing-masing.
Momentum Hari Pendidikan Nasional
kali ini sudah diawali pemerintah yang menunjukkan itikad baiknya. Hal itu
terkait dengan diluncurkannya tiga pilar rencana strategis pembangunan
pendidikan yang dilansir oleh media massa. Pertama, peningkatan dan penguatan
akses pendidikan. Kedua, peningkatan relevansi dan daya saing mutu pendidikan.
Ketiga, peningkatan tata kelola dan citra publik pengelola pendidikan.
B.
Aktualisasi Masyarakat Dalam Pengembangan Pendidikan
Bentuk aktualisasi dan pernyataan
penyadaran diri masyarakat secara kolektif dapat berupa partisipasinya dalam
proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kebutuhan dirinya dan
kelompoknya dalam komunitas yang melingkupinya. Cara-cara kolektif
berpartisipasi dalam bermasyarakat bisa teraktualisasikan dalam bentuk
musyawarah dan juga terbentuknya institusi lokal oleh masyarakat itu sendiri.
Musyawarah adalah sebuah pendekatan
kultural khas Indonesia yang dapat dimasukkan dalam proses ekplorasi kebutuhan
dan identifikasi masalah. Musyawarah juga merupakan bentuk sarana untuk
meningkatkan rasa partisipasi dan rasa memiliki atas keputusan dan rencana pembangunan.
Musyawarah dapat merupakan cara analisis kebutuhan dan tidak sekedar keinginan
yang bersifat superfisial demi pemenuhan kebutuhan sesaat. Oleh karena itu
pemilihan orang-orang yang mewakili sebagai peserta musyawarah untuk suatu
keperluan seperti merumuskan kebutuhan masyarakat haruslah benar-benar yang
mampu menyalurkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya.
Langkah lain dalam proses
partisipasi masyarakat itu adalah pembentukan kelompok. Melalui kelompok akan
dibina solidaritas kerjasama, musyawarah, rasa aman dan percaya kepada diri
sendiri { Karsidi : 2001 }. Salah satu cara yang efektif untuk membentuk
kelompok adalah melalui pendekatan kepentingan yang sama secara primordial.
Dalam kelompok primordial itu, para anggota kelompok akan memperoleh referensi
yang sama, Dengan bertolakbelakang dari kelompok primordial, maka para anggota
akan merasakan adanya hal-hal baru jika mereka bersedia membandingkannya dengan
situasi lama. Ini akan menimbulkan keasyikan dan motivasi sendiri. Melalui
kelompok, para anggota akan menyusun program, bekerja secara sistematis serta
bisa merasakan adanya perkemabangan dan kemajuan sebagai hasil kegiatan mereka.
Pada dasarnya, partisipasi
masyarakat telah terjadi di sekolah dalam praktik penyelenggaraan musyawarah
maupun pembentukan institusi lokal. 2 jenis kebijakan pemerintah tentang MBS
disekolah-sekolah tingkat dasar dan menengah serta Majelis Wali Amanah di
perguruan tinggi BHMN adalah contoh dari bentuk perwujudan mekanisme dan
struktur kelembagaan untuk menyalurkan partisipasi masyarakat dalam
pengembangan pendidikan.
Cara untuk penyaluran partisipasi
dapat diciptakan dengan berbagai variasi cara sesuai dengan kondisi
masing-masing wilayah atau tempat komunitas masyarakat dan lembaga pendidikan
itu berada. Kondisi ini menuntut kesiapan para pemegang kebijakan dan manajer
pendidikan untuk mendistribusi peran dan kekuasaannya agar bisa menampung
sumbangan partisipasi masyarakat. Sebaliknya dari pihak masyarakat juga harus
belajar untuk kemudian bisa memiliki kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam
pengembangan pendidikan.
Sebagai contoh adalah tanggungjawab
dunia usaha/ industri. Mereka tidak bisa tinggal diam menunggu dari suatu
lembaga pendidikan/ sekolah sampai dapat meluluskan alumninya, lalu
menggunakannya jika menghasilkan output yang baik dan mengkritiknya jika
terdapat output yang tidak baik. Partisipasi dunia usaha/ industri terhadap
lembaga pendidikan harus ikut bertanggungjawab untuk menghasilkan output yang
baik sesuai dengan rumusan harapan bersama. Demukian juga kelompok masyarakat
lain, termasuk orangtua siswa. Dengan cara demikian, maka mutu pendidikan dalam
suatu lembaga pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara lembaga
pendidikan dan komponen-komponen lainnya dimasyarakat.
Untuk itu , maka dalam kondisi
kualitas layanan dan output pendidikan sedang banyak dipertanyakan mutu dan
relevansinya, maka pemerintah seharusnya memberikan peluang yang luas bagi
partisipasi masyarakat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Suryadi
Prawirosentono { 2002 : 12 } bahwa ada 6 hal yang bisa mempengaruhi produk dan
salah satunya adalah SDM. SDM kita ibaratkan sebagai kelompok masyarakat, yang
mana bisa membawa pengaruh pendidikan yang ada dalam sebuah Negara. Lebih dari
itu, pemerintah perlu menyusun mekanisme sehingga orang tua dan
kelompok-kelompok masyarakat dapat berpartisipasi secara optimal dalam
pengembangan pendidikan di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perkembangan teknologi dan informasi
menyebabkan peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mulai tergeser.
Sekolah tidak lagi menjadi satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas
belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru tidak akan
menjadi satu-satunya sumber belajar karena banyak sumber belajar dan informasi
yang mampu memfasilitasi orang untuk belajar. Oleh karena itu aktualisasi
partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan sangat diperlukan.
Pendidikan adalah Suatu usaha untuk
mewujudkan suatu suasana pembelajaran dan pengembangan diri baik secara fisik
maupun non fisik yang dapat diterapkan dikehidupan
berkeluarga,bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.